Langsung ke konten utama

Model Pembelajaran Kontekstual



1                                                                                          Model Pembelajaran Kontekstual (CTL)



a.      Pengertian Model Pembelajaran Kontekstual (CTL)
Depdiknas (dalam La Iru dan La Ode Safiun Arihi, 2013:71) menjelaskan bahwa pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan materi yang diajarkannya dengan situasi dunia peserta didik dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan komponen utama pembelajaran efektif, yakni konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assesment) (, 2003).
Sedangkan menurut Jhonson (dalam La Iru dan La Ode Safiun Arihi, 2013:71) Model CTL merupakan proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan menghubungkan subyek-subyek akademik dalam konteks kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi sosial dan budaya mereka. 
Pendapat di atas senada dengan pendapat Sitiatava Rizema Putra (2013:241) yang menjelaskan CTL merupakan suatu proses pendidikan yang  holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya,  dengan mengaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan/konteks ke permasalahan/konteks lainnya. Dalam CTL, proses pembelajaran berlangsung lebih alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa.
Sementara itu E. Mulyasa (2009:217)  juga menjelaskan bahwa pembelajaran kontekstual (CTL) merupakan konsep pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan peserta didik secara nyata, sehingga  para peserta didik mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam pelaksanaannya, pembelajaran Kontekstual dipengaruhi oleh berbagai faktor yang sangat erat kaitannya. Faktor-faktor tersebut bisa datang dari dalam diri peserta didik (internal) dan dari luar dirinya atau dari lingkungan di sekitarnya (eksternal). Sehubungan dengan itu Zahorik (dalam E. Mulyasa, 2009:219) mengungkapkan lima elemen yang harus diperhatikan dalam pembelajaran kontekstual, sebagai berikut.
1)      Pembelajaran harus memperhatikan pengetahuan yang sudah dimiliki oleh peserta didik.
2)      Pembelajaran dimulai dari keseluruhan  (global) menuju bagian-bagiannya secara khusus.
3)      Pembelajaran harus ditekankan pada pemahaman dengan cara menyusun konsep sementara, melakukan sharing untuk meperoleh masukan/tanggapan dari orang lain dan merevisi dan mengembangkan konsep.
4)      Pembelajaran ditekankan pada upaya mempraktekkan secara langsung apa-apa yang dipelajari.
5)      Adanya refleksi terhadap strategi  pembelajaran dan pengembangan pengetahuan yang dipelajari.
Depdiknas (dalam Sitiatava Rizema Putra, 2013:242) menjelaskan bahwa pendekatan Kontekstual (CTL) memiliki tujuh komponen utama, yaitu Konstruktivisme (constructivism), menemukan (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar ( learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian yang sebenarnya (authentic assement). Adapun penjelasan selengkapnya adalah sebagai berikut :
1)      Konstruktivisme (Contructivism)
Konstruktivisme merupakan landasan berpikir CTL, yang menekankan bahwa belajar tidak sekedar menghafal atau mengingat pengetahuan, tetapi juga merupakan suatu proses belajar-mengajar, dengan siswa aktif secara mental dalam membangun pengetahuannya, yang dilandasi oleh struktur pengetahuan yang dimilikinya.
2)      Menemukan (Inquiry)
Menemukan merupakan inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual. Sebab, pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, melainkan sebagai hasil dari menemukan sendiri.
Kegiatan menemukan (inquiry) merupakan sebuah siklus yang terdiri atas observasi (observation), bertanya (questioning), mengajukan dugaan (hipotesis), pengumpulan data (data gathering), dan penyimpulan.
1)      Bertanya (Questioning)
Pengetahuan yang dimiliki oleh siswa selalu dimulai dari bertanya. Bertanya merupakan strategi utama dalam pembelajaran berbasis kontekstual. Kegiatan bertanya berguna untuk memfokuskan perhatian pada sesuatu yang dikehendaki oleh guru, serta membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa guna menyegarkan kembali pengetahuan siswa.

2)      Masyarakat Belajar ( Learning Community)
Konsep masyarakat belajar menyarankan hasil pembelajaran diperoleh dari hasil kerja sama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari sharing antarsiswa, antarkelompok, dan siswa yang tahu kepada yang belum tahu. Masyarakat belajar terjadi apabila ada komunikasi dua arah, dua kelompok, atau lebih yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar.
3)      Pemodelan (Modelling)
Pemodelan pada dasarnya membahasakan yang dipikirkan, mendemonstrasikan cara guru menginginkan siswanya untuk belajar, serta melakukan sesuatu yang guru inginkan agar siswanya melakukan itu. Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa dan mendatangkan dar faktor luar.
4)       Refleksi (Reflection)
Refleksi merupakan cara berpikir atau respons tentang sesuatu yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang mengenai sesuatu yang sudah dilakukan pada masa lalu. Realisasinya dalam pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi yang berupa pernyataan langsung tentang sesuatu yang diperoleh pada hari itu.

5)      Penilaian yang Sebenarnya (Authentic Assement)
Penilaian merupakan proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberi gambaran mengenai perkembangan belajar siswa. Dalam pembelajaran berbasis CTL, gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami pembelajaran yang benar. Fokus penilaian ada pada penyelesaian tugas yang relevan dan kontekstual, serta penilaian dilakukan terhadap prose maupun hasil.

b.      Prinsip Dasar Pembelajaran Kontekstual
Djemari Mardapi (2004:14) menjelaskan bahwa ada beberapa prinsip dasar yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran kontekstual, yaitu sebagai berikut:
1)      Menekankan pada pemecahan masalah (problem solving).
2)      Mengenal kegiatan mengajar terjadi pada berbagai konteks seperti rumah, masyarakat, dan tempat kerja (multiple contex).
3)      Membantu siswa belajar bagaimana memonitor belajarnya sehingga menjadi individu mandiri (self-regulated learned).
4)      Menekankan pengajaran dalam konteks kehidupan siswa (life skill education).
5)      Mendorong siswa belajar dari satu dengan yang lainnya dan belajar bersamasama (cooperative learning).
6)      Menggunakan penilaian autentik (authentic assessment) Prinsip kegiatan pembelajaran kontekstual di atas pada dasarnya diarahkan agar siswa dapat mengembangkan cara belajarnya sendiri dan selalu mengaitkan dengan apa yang ada di masyarakat, yaitu aplikasi dari konsep yang dipelajarinya.
Lebih lanjut lagi Djemari Mardapi (2004: 14) mengemukakan bahwa kegiatan dan strategi yang ditampilkan dalam pembelajaran kontekstual dapat berupa kombinasi dari kegiatan berikut:
1)      Pembelajaran autentik, yaitu pembelajaran yang memungkinkan siswa belajar dengan konteks yang bermakna, sehingga menguatkan berpikir dan keterampilan memecahkan masalah-masalah penting dalam kehidupan di masyarakat.
2)      Pembelajaran berbasis inkuiri, yaitu memaknakan strategi pengajaran dengan metode-metode sains, sehingga diperoleh pembelajaran yang bermakna.
3)      Pembelajaran berbasis masalah, yaitu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah-masalah yang ada di dunia nyata atau di sekelilingnya sebagai konteks bagi siswa untuk belajar berpikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah, dan untuk memperoleh konsep utama suatu mata pelajaran.
4)      Pembelajaran layanan, yaitu metode pembelajaran yang menggabungkan layanan masyarakat dengan struktur sekolah untuk merefleksikan layanan, menekankan hubungan antara layanan yang dialami dan pembelajaran akademik di sekolah.
5)      Pembelajaran berbasis kerja, pendekatan pembelajaran yang menggunakan konteks tempat kerja, dan membahas penerapan konsep mata pelajaran di lapangan.

c.       Kelebihan Model Pembelajaran Kontekstual
Sitiatava Rizema Putra (2013:245) menjelaskan kelebihan dari CTL adalah sebagai berikut:
1)      Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya, siswa dituntut dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, karena dengan mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memorinya, sehingga tidak mudah dilupakan.
2)      Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep pada siswa, karena metode pembelajaran CTL menganut aliran kostruktivisme, yakni seorang siswa dituntun menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme, siswa diharapkan belajar melalui “mengalami”, bukan “menghafal”.
3)      Kontekstual adalah model pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa secara penuh, baik fisik maupun mental.
4)      Kelas dalam pembelajaran kontekstual bukan sebagai tempat untuk memperoleh informasi, tetapi sebagai tempat untuk menguji data hasil temuan di lapangan.
5)      Materi pelajaran dapat ditemukan sendiri oleh siswa, bukan hasil pemberian dari guru.
6)      Penerapan pembelajaran kontekstual bisa menciptakan suasana pembelajaran yang bermakna.

d.      Langkah-langkah Pembelajaran Kontekstual
Sitiatava Rizema Putra (2013:246) menuliskan secara garis besar langkah-langkah yang harus ditempuh dalam CTL adalah sebagai berikut:
1)      Kembangkan pemikiran bahwa siswa akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri serta mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.
2)      Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.
3)      Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
4)      Ciptakan masyarakat belajar.
5)      Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.
6)      Lakukan refleksi di akhir pertemuan.
7)      Lakukan penilaian yang sebenarnya (authentic assesment) dengan berbagai cara.







Komentar

Postingan populer dari blog ini

Peran, Fungsi dan Problematika Kurikulum 2013

Sebelumnya saya ucapkan terimakasih atas kunjungan Anda. Tulisan ini saya himpun dari beberapa buku yang terkait dengan judul postingan ini.Jika terdapat hal-hal yang kurang dipahami dan tidak disetujui, harap maklum, saya kan bukan ahlinya, hehehehe,,,.  silahkan di baca.... A.     Pengertian dan Konsep Kurikulum Istilah kurikulum ”curriculum” pada mulanya berasal dari kata curir yang berarti “pelari” dan “curere” yang mengandung makna “tempat berpacu”, yang pada awalnya kata tersebut digunakan di dalam dunia olahraga. Pada saat ini kurikulum diartikan sebagai jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari mulai dari start sampai finish untuk memperoleh medali atau penghargaan. Lantas pengertian tersebut mengalami perluasan dan juga digunakan dalam dunia pendidikan yang kemudian menjadi sejumlah mata pelajaran subject yang harus ditempuh oleh seorang siswa dari awal saat ia mulai masuk sekolah hingga akhir program pelajaran itu sendiri selesai guna memperolah penghargaan

seni tari

SENI TARI 1.       Pengertian Seni Tari Tari adalah desakan perasaan manusia di dalam dirinya yang mendorongnya untuk mencari ungkapan yang berupa gerak-gerak yang ritmis. Tari juga merupakan ungkapan jiwa manusia melalui gerakan ritmis sehingga dapat menimbulkan daya pesona. Yang dimaksud ungkapan jiwa adalah meliputi cetusan rasa dan emosional yang disertai kehendak. Definisi seni tari menurut para ahli adalah sebagai berikut : a.        Kamala Devi Chattopadhyaya Seorang kritikus dan seniman India, mendefinisikan tari sebagai gerakan-gerakan luar yang ritmis dan lama kelamaan tampak mengarah pada bentuk-bentuk tertentu. b.        Corry Hartong Menurut Corry Hartong, tari ialah gerakan yang berbentuk dari ritmis dari badan di dalam ruang. c.        Soedarsono Seorang kritikus seni yang mendefinisikan tari sebagai ekspresi jiwa manusia melalui gerakan-gerakan ritmis yang indah. Dari batasan tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa media dasar seni tari adalah gerak, a

sejarah ilmu peluang

Sejarah Ilmu Peluang                                                                                                                                 Ilmu hitung peluang sesungguhnya telah digunakan oleh manusia sejak jaman kuno. Namun, penelitiannya baru dilakukan secara sungguh-sungguh oleh para ahli matematika pada pertengahan abad ke-17. Pada awalnya pemakaian ilmu hitung peluang banyak diwarnai oleh segi buruknya. Ketika itu para penjudi melakukan penyelidikan guna memperoleh informasi tersembunyi agar memenangkan permainan kartu. Akan tetapi, “analisis cerdik”mereka mengenai persoalan tersebut sebagian besar   telah dilupakan orang. Ilmu hitung peluang yang dewasa ini dikemukakan oleh tiga orang Perancis, yaitu bangsawan kaya Chevalier De Mere dan dua ahli matematika Blaise pascal serta Fierre de fermat. Pada tahun 1652, de Mere bertemu dengan Pascal dalam suatu perjalanan. Untuk memperoleh bahan pembicaraan yang menarik, de Mere yang bersemangat dengan masalah duniaw