Sebelumnya saya ucapkan terimakasih atas kunjungan Anda. Tulisan ini saya himpun dari beberapa buku yang terkait dengan judul postingan ini.Jika terdapat hal-hal yang kurang dipahami dan tidak disetujui, harap maklum, saya kan bukan ahlinya, hehehehe,,,.
silahkan di baca....
silahkan di baca....
A.
Pengertian
dan Konsep Kurikulum
Istilah
kurikulum ”curriculum” pada mulanya berasal dari kata curir yang berarti
“pelari” dan “curere” yang mengandung makna “tempat berpacu”, yang pada awalnya
kata tersebut digunakan di dalam dunia olahraga. Pada saat ini kurikulum diartikan
sebagai jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari mulai dari start sampai
finish untuk memperoleh medali atau penghargaan. Lantas pengertian tersebut mengalami
perluasan dan juga digunakan dalam dunia pendidikan yang kemudian menjadi
sejumlah mata pelajaran subject yang
harus ditempuh oleh seorang siswa dari awal saat ia mulai masuk sekolah hingga
akhir program pelajaran itu sendiri selesai guna memperolah penghargaan dalam
bentuk ijazah. Dan ijazah itulah sebagai bukti formal bahwa seseorang telah
menyelesaikan suatu jenjang pendidikan (Mida Latifatul M, 2013:13-14).
Menurut
Subandijah (1993:2) kurikulum adalah
aktivitas dan kegiatan belajar yang direncanakan, diprogramkan bagi peserta
didik di bawah bimbingan sekolah, baik didalam maupun di luar sekolah.
Menurut
Posner (1992) dalam Muhammad Nuh (2013: 32) kurikulum adalah seluruh pengalaman
yang direncanakan yang akan di alami oleh siswa dalam seluruh proses pendidikan
di sekolah; sehingga tujuan pendidikan tercapai. Pengalaman itu mengandung
beberapa hal antara lain:
1. Pengalaman
itu menyangkut pengalaman kurikuler di kelas, pengalaman kokurikuler, dan
pengalaman diluar sekolah (ekstra kurikuler).
Kurikulum
yang disiapkan oleh sekolah oleh sekolah atau guru bagi siswanya, menyangkut
seluruh pengalaman yang diharapkan akan dialami oleh siswa di kelas. Pengalaman
itu menyangkut apa saja yang akan dipelajari siswa di kelas, apa yang akan
dilakukan di kelas, kegiatan apa saja yang disediakan di kelas dalam seluruh
proses belajar. Kebanyakan kurikulum, apapun keterangannya, memuat perencanaan
tetang hal ini. Bahkan banyak kurikulum yang hanya membatasi pengalaman di
kelas saja.
Pengalaman
itu juga berisi pengalaman yang akan terjadi di luar kelas sebagai pengalaman
kokurikuler. Misalnya, apa yang harus dilakukan di laboratorium, di bengkel
sekolah, sebagai bantuan pada apa yang di pelajari di kelas.
2. Pengalaman
itu berkaitan dengan konteks, filsafat, isi, pengaturan isi, metode, evaluasi.
Dalam pengertian ini
pengalaman yang direncanakan juga harus memperhatikan konteks siswa yang akan
dibantu dalam proses pendidikan. Maka, kurikulum tidak dapat sama dalam seluruh
negara karena konteks siswa sangat berbeda dari wilayah yang satu dengan wilayah
yang lain.
3. Pengalaman
itu hanya akan jalan bila beberapa hal berikut di sertakan/dilibatkan:
a. Guru
Guru
memegang peranan penting dalam proses pendidikan. Hampir semua program dan
policy nantinya yang akan menangani adalah guru. Maka, penting menjelaskan guru
yang diharapkan, karakternya, dan kompetensinya serta kinerja dan pribadi guru.
b. Fasilitas
Fasilitas
menjadi unsur penunjang yang penting dalam kurikulum. Tanpa adanya fasilitas
maka rencana siswa untuk mengalami pengalaman yang disiapkan tidak akan
terjadi.
c. Infrastruktur
Rencana
akan live in tidak akan jalan bila tidak ada fasilitas yang diperlukan. Bila
tidak ditemukan tempat live in tidak ada kendaraan untuk menuju live in, tidak
ada pendamping dalam live in, maka live in akan tidak berjalan dengan baik.
d. Buku
Buku
juga merupakan sarana yang sangat penting dalam proses belajar. Tanpa adanya
buku maka pendidikan akan sulit berjalan dengan baik. Memang sekarang ada
internet tetapi belum merata terjangkau di seluruh ndonesia, sehingga buku tetap
masih sangat dibutuhkan.
e. Situasi
dan suasana sekolah
Suasana
sekolah dan situasi sekolah juga perlu diatur sehingga membantu siswa dalam
belajar. Suasan sekolah yang tidak kondusif pasti kurang membantu siswa dalam
mengembangkan pengetahuan dan hidup mereka.
Menurut
Mida Latifatul. M (2013 :15) pengertian kurikulum seperti yang dijabarkan di
atas di anggap terlalu sederhana. Karena pada dasarnya istilah kurikulum tidak
hanya terbatas pada sejumlah mata pelajaran saja, tetapi mencakup semua
pengalaman belajar (learning experiences) yang dialami secara langsung oleh
siswa dan mempengaruhi perkembangan pribadinya. Oleh karena itu, pengertian
kurikulum diorganisasi ada dua, pertama, kurikulum adalah sejumlah rencana isi
yang merupakan sejumlah tahapan belajar yang didesain untuk siswa dengan
petunjuk institusi pendidikan yang isinya berupah proses yang statis ataupun
dinamis dan kompetensi yang harus dimiliki. Kedua, kurikulum adalah seluruh
pengalaman di bawah bimbingan dan arahan dari institusi pendidikan yang membawa
kedalam kondisi belajar.
Kurikulum
2013 adalah kurikulum berbasis kompetensi yang pernah di gagas dalam rintisan
Kurikulum Berbasis Bompetensi( KBK) 2004, tetapi belum terselesaikan karena
desakan untuk segera mengimplementasikan kurikulum tingkat satuan pendidikan
2006 (Mida Latifatul. M, 2013: sampul depan). Pengertian kurikulum senantiasa
berkembang terus sejalan dengan perkembangan teori dan ukuran suatu pengertian
praktik pendidikan. Dengan beragamnya pendapat mengenai pengertian kurikulum
maka secara teoritis kita agak sulit menentukan suatu pengertian yang dapat
merangkum semua pendapat. Sedangkan konsep kurikulum meliputi:
1. Sebagai
substansi, yang di pandang sebagai rencana pembelajaran bagi siswa atau
perangkat tujuan yang ingin di capai.
2. Sebagai
sistem, merupakan bagian dari sistem persekolahan,pendidikan, dan bahkan
masyarakat.
3. Sebagai
bidang studi, merupakan kajian para ahli kurikulum yang bertujuan untuk
mengembangkan ilmu tenteng kurikulum dan sistem kurikulum.
Kurikulum
2013 dirancang sebagai upaya mempersiapkan generasi Indonesia 2045 ( 100 tahun
Indonesia merdeka ), sekaligus memanfaatkan momentum populasi usia produktif
yang jumlahnya sangat melimpah agar menjadi bonus demografi dan tidak menjadi
bencana demografi (Mohamad Nuh, 2013:sampul depan)
B.
Peran Kurikulum 2013
a. Peranan
Kurikulum
Dalam pendidikan formal di sekolah
kurikulum memiliki peranan yang sangat strategis dan menentukan dalam rangka
mencapai tujuan pendidikan itu sendiri. Kurikulum memiliki banyak peranan,
Oemar hamalik ( dalam Mida Latifatul Muzamiroh, 2013:24-26 ) terdapat tiga
peranan yang dinilai sangat penting yaitu sebagai berikut :
1. Peranan
konservatif
Peranan konservatif
menekankan bahwa kurikulum dapat dijadikan sebagai sarana untuk mentransmisikan
nilai-nilai warisan budaya masa lalu yang dianggap masih relevan dengan masa
kini kepada generasi muda, dalam hal ini para siswa. Peranan konservatif ini
pada hakikatnya menempatkan kurikulum yang berorientasi ke masa lampau. Peranan
ini sifatnya menjadi sangat mendasar, disesuaikan dengan kenyataan bahwa
pendidikan pada hakikatnya merupakan proses sosial. Salah satu tugas pendidikan
yaitu mempengaruhi dan membina prilaku siswa sesuai dengan nilai-nilai sosial.
2. Peranan
kreatif
Ilmu pengetahuan dan
aspek-aspek yang lain akan senantiasa mengalami perubahan yakni mengalami
perkembangan sesuai dengan zamannya. Oleh karena itu peranan kreatif disini
menekankan agar kurikulum juga mampu mengembangkan sesuatu yang baru sesuai
dengan perkembangan zaman yang dibutuhkan oleh masyarakat masa kini dan masa
yang akan datang. Kurikulum harus mengandung hal-hal yang dapat membantu
peserta didik dalam rangka mengembangkan potensi yang ada pada dirinya guna
memperoleh dan mendalami pengetahuan-pengetahuan baru, kemampuan-kemampuan
baru, serta cara berpikir baru yang dibutuhkan dalam kehidupannya sesusai
dengan tuntutan perkembangan zaman.
3. Peranan
kritis dan evaluatif
Peranan kritis dan evaluatif dilatar
belakangi oleh adanya kenyataan bahwa nilai – nilai dan budaya yang aktif dalam
masyarakat senantiasa mengalami perubahan, sehingga pewarisan nilai – nilai
budaya masalalu kepada peserta didik perlu adanya penyesuaian yakni disesuaikan
dengan kondisi dan situasi yang ada saat ini. Sealain dari itu perkembangan
yang terjadi pada saat ini dan saat yang akan datang belum tentu sesuia dengan
apa yang dibutuhkan. Oleh karena itu peranan kurikulum tidak hanya mewariskan
nilai dan budaya yang ada atau menerapkan hasil perkembangan baru yang terjadi,
akan tetapi juga harus memiliki peranan untuk menilai dan memilih nilai dan
budaya serta pengetahuan baru yang hendak diwariskan. Oleh karena itu kurikulum
juga diharapkan mampu berperan aktif dalam control atau filter sosial. Nilai –
nialai sosial yang tidak sesuai lagi dengan keadaan dan tuntutan masa kini
dihilangkan dan diadakan modivikasi dan penyempurnaaan.
Ketiga
peranan kurikulum diatas tentu saja harus berjalan secara berimbang dan
harmonis agar dapat memenuhi tuntutan keadaan. Sebab jika tidak, akan terjadi
ketimpangan yang menyebabkan peranan kurikulum persekolahan menjadi tidak
optimal lagi. Menyelaraskan ketiga peranan penting tersebut adalah tanggung
jawab semua pihak yang terkait dalam proses pendidikan, diantaranya guru,
kepala sekolah, pengawas, orang tua, peserta didik dan juga masyarakat. Maka dengan demikian pihak –
phak yang terkait harusnya bisa memahami terhadap tujuan dan isi dari kurikulum
yang diterapkan sesuai dangan bidang dan tugasnya
b.
Peran Kurikulum
2013
Muzamiroh
(kupas tuntas kurikulum, 2013:133-135), Menteri Pendidikan dan Budaya
menjelaskan bahwa kurikulum 2013 lebih bersifat tematik integrative yang
berarti bahwa ada mata pelajaran yang terkait satu sama lain yakni dengan kata
lain mata pelajaran bukan dihilangkan melainkan digabung. Pada kurikulum ini,
guru tak lagi dibebani dengan kewajiban membuat silabus pengajaran untuk siswa
setiap tahun seperti yang terjadi pada KTSP.
Tujuan
kurikulum 2013, sebagaimana yang tercakup dalam Kompetisi Inti ( KI ) dan
Kompetensi Dasar ( KD ), bahkan silabus dan buku, telah dipriskripsikan secara
terpusat.
Henny
Supolo Sitepu (Mohammad Nuh,2013:192-198) kurikulum 2013 ini memusatkan pada
pengembangan karakter siswa. Standar Kompetensi Lulusan (SKL) kurikulum 2013
menyebutkan 3 kelompok sikap yang diharapkan dimiliki lulusan, yaitu sifat individu,
sikap sosial, dan sikap alam. Terminologi “akhlak mulia” yang tercantum di
pasal 3 UU No 20/2003 tujuan system pendidikan nasional dijabarkan dalam SKL
sebagai sikap individu yaitu jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli dan
santun. Kemudian sikap sosial yaitu
memiliki toleransi, gotong royong, kerjasama dan musyawarah. Sedangkan sikap
alam mencakup pola hidup sehat, ramah
lingkungan, patriotic dan cintaperdamaian.
Menurut St. Kartono (Mohammad
Nuh,2013:231) kurikulum 2013 memiliki sasaran dalam setiap jenjang. Untuk
tingkat SD, diprioritaskan untuk pembentukan sikap. Sementara tingkat SMP
difokuskan untuk mengasah keterampilan dan untuk tingkat SMA dimulai membangun
pengetahuan.
C.
Fungsi
Kurikulum
Kurikulum berfungsi sebagai sebagai
pedoman atau acuan. Bagi guru berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan
proses kegiatan belajar mengajar. Sementara bagi kepala sekolah dan pengawas
kurikulum berfungsi pedoman dalam melakukan supervisi atau pengawas. Bagi orang
tua kurikulum berfungsi sebagai pedoman guna membimbing anaknya belajar di
rumah. Bagi masyarakat kurikulum berfungsi sebagai pedoman untuk memberikan
bantuan bagi terselenggaranya proses pendidikan di sekolah. Sedangkan bagi
peserta didik berfungsi sebagai pedoman belajar (Mida Latifatu, 2013:
a. Fungsi
kurikulum bagi siswa
Berkaitan dengan fungsi kurikulum bagi
siswa sebagai subjek didik, terdapat enam fumgsi kurikulum (Mida Latifatu,
2013: 19-24) yaitu:
1. Fungsi
penyesuaian (the adjustive or adaptive
function)
Fungsi
penyesuaian mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus
mampu mengarahkan setiap peserta didik agar memiliki sifat well adjusted yaitu kemampuan untuk menyesuaikan dirinya dengan
lingkungannya, baik lingkunganfisik maupun lingkungan sosial. Lingkungan itu
sendiri senantiasa mengalami perubahan dan bersifat dinamis. Oleh karena itu,
peserta didik pun harus memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan
perubahan yang terjadi di lingkungannya. Tanpa bekal yang cukup, susah bagi peserta
didik untuk melakukan penyesuaian diri
padahal jika ingin konsisten maka dibutuhkan penyesuaian diri dengan
lingkungannya.
2. Fungsi
integrasi (the Integrating Function)
Fungsi integrasi mengandung makna bahwa
kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu menghasilkan pribadi – pribadi
yang utuh. Setiap peserta didik pada dasarnya merupakan anggota dan bagian
integral dari masyarakat. Oleh karena itu, peserta didik pun harus memiliki
kepribadian yang dibutuhkan untuk dapat hidup dan berintegrasi dengan masyarakat.
Sehingga dengan demikian peserta didik tidak asing di tempat di mana ia
tinggal.
3. Fungsi
diferensiasi (The Differentiating
Function)
Fungsi diferensiasi mengandung makna
bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu memberikan pelayanan terhadap perbedaan individu peserta didik. Setiap
peserta didik memiliki perbedaan, baik dari aspek fisik maupun psikis yang
harus dihargai dan dilayani dengan baik. Karena itu seorang guru dibutuhkan
kesabaran dan wawasan yang luas guna menampung setiap peserta didiknya. Tanpa
bekal yang baik sulit bagi seorang guru untuk memahami setiap karakter atau
sifat yang melekat pada setiap peserta didiknya.
4. Fungsi
persiapan ( The Propaedeutic Funcion )
Fungsi persiapan mengandung makna
bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu mempersiapkan peserta didik
untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan berikutnya. Selain itu, kurikulum
juga juga diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik untuk dapat hidup dalam
masyarakat seandainya karena suatu hal, tidak dapat melanjutkan pendidikannya.
Sebab banyak pula diantara masyarakat Indonesia yang hidupnya masih menengah
kebawah sehingga dengan demikian sangat sulit bagi mereka untuk bisa membiayai
putra putrinya guna mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi .hal ini
dikarenakan keterbatasan ekonomi. Karenanya dengan kurikulum yang direncanakan
dengan baik maka akan menghasilkan pribadi yang baik yang siap menghadapi
kehidupan yang sebenarnya di masyarakat.
5. Fungsi
pemilihan ( The Selective Funcion )
Fungsi pemilihan mengandung makna
bahwa sebagai alat pendidikan harus mampu memberikan kesempatan kepada siswa
untuk memilih program-program belajar yang sesuai dengan kemampuan dan
minatnya. Sebab setiap peserta didik memiliki minat dan bakatnya masing-masing,
sehingga dengan demikian peserta didik dapat mengasah potensi yang ia miliki
dan bisa mengembangkan bakat yang menonjol bagi mereka. Fungsi pemilihan ini
juga sangat erat hubungannya dengan fungsi difererensiasi, karena pengakuan
atas adanya perbedaan individual peserta didik berarti pula diberinya
kesempatan bagi siswa tersebut untuk memilih apa yang sesuai dengan minat dan
kemampuannya. Untuk mewujudkan kedua fungsi tersebut, kurikulum perlu disusun secara
lebih luas dan bersifat fleksibel.
6. Fungsi
diagnostik ( The Diagnostic Funcion )
Fungsi diagnostic mengandung makna
bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu membantu dan mengarahkan
siswa untuk dapat memahami dan menerima kekuatan ( potensi ) dan kelemahan yang
dimilikinya. Apabila siswa sudah mampu memhami kekuatan-kekuatan dan
kelemahan-kelemahan yang ada pada dirinya, maka diharapkan peserta didiknya
dapat mengembangngkan sendiri potensi kekuatan yang dimilikinya atau
memperbaiki kelemahan-kelemahnnya.
b. Fungsi
kurikulum bagi guru
Bagi
guru kurikulum berfungsi sebagai pedoman untuk mengadakan evaluasi terhadap
perkembangan anak dalam rangka menyerap sejumlah pengalaman yang diberikan
(hendyar soetopu dan wasty soemanto, 1993:18)
Sedangkan
menurut zulfanur z. firdaus dan rosmid rosa (1997:1.10) fungsi kurikulum bagi
guru yaitu sebagai pedoman kerja dalam menyusun dan mengorganisasikan
pelajaran.
c. Fungsi
kurikulum bagi kepala sekolah
Adapun fungsi kurikulum
bagi kepala sekolah yang diungkapkan oleh Hendyat Soetopo dan Wasty soemanto
(Zulfanur Z. Firdaus dan Rosmid Rosa (1997:1.10) adalah sebagai berikut:
1. Pedoman
dalam mengatakan fungsi supervise yaitu memperbaiki situasi belajar.
2. Pedoman
dalam melaksanakan fungsi supervise dalam memberikan bantuan kepada guru untuk
memperbaiki situasi belajar.
3. Sebagai
pedoman untuk mengadakan evaluasi kemajuan belajar mengajar.
4. Pedoman
dalam melaksanakan fungsi supervise dalam menciptakan situasi untuk menunjang
situasi belajar anak yang lebih baik.
5. Sebagai
seorang administrator. Kurikulum dapat di jadikan pedoman untuk
memperkembangkan kurikulum lebih lanjut.
C. Problematika Kurikulum
2013
Menurut Mida
Latifatul Muzamiroh ( 2013:124-125 ) pemberlakuan kurikulum baru akan
melahirkan hiruk pikuk dalam persoalan teknis adalah sebagai berikut :
1.
Perampingan
jumlah mata pelajaran akan menimbulkan masalah guru-guru yang bidang studinya
ditiadakan di dalam kurikulum. Contoh kurikulum untuk SD atau MI, maka guru
bidang studi IPA, IPS, dan Bahasa Inggris akan bagaikan di PHK. Ini menambah
kompleksitas persoalan yang sudah ada selama ini tentang pemenuhan persyaratan
minimal jam mengajar per minggu sebagai syarat penerimaan tunjangan
sertifikasi.
2.
Para
Kepala Sekolah akan bingung. Guru-guru yang bidang studinya tidak ada didalam
kurikulum harus mengajar mata pelajaran yang tidak sesuai dengan latar
pendidikannya. Contohnya yaitu seorang guru IPA apabila ditugaskan mengajar
Bahasa Indonesia akan tidak sesuai dengan ketentuan profesional yang
mensyaratkan guru harus mengajar sesuai dengan latar belakang pendidikan guru
tersebut.
3.
Para
pemegang perusahaan seperti penerbit akan mengalami kerugian besar akibat tidak
dipakainya buku-buku berbagai mata pelajaran yang tidak ada lagi di dalam
kurikulum.
4.
Dengan
kurikulum baru berkonsep dan berparadigma baru,
kemungkinan ujian nasional tidak relevan lagi untuk dipertahankan.
Selain
problematika-problematika yang telah dijelaskan di atas, pada kurikulum 2013
juga ada kerancuan. Mohammad Abduhzen (dalam Mohammad Nuh,2013:162-164)
menjelaskan 2 kerancuan kurikulum 2013, yaitu :
a.
Ketidakseimbangan
orientasi
Dari enam mata
pelajaran sekolah dasar yang ditetapkan menunjukkan ketidakseimbangan antara
mata pelajaran yang berorientasi pada masa lampau, yang lebih menekankan pada
pewarisan nilai-nilai, dan mata pelajaran yang membentuk pola pikir murid untuk
menghadapi masa depan yang sarat dengan nalar dan konsep saintifik.
Mata pelajaran
Agama, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), serta Bahasa Indonesia
adalah rumpun pengetahuan yang bersifat deduktif yang menuntun berpikir
aksiomatis apriori dari dalil-dalil yang umum. Sementara sains (seperti IPA dan
IPS)adalahpengetahuan “ilmiah” yang bertolakdari fakta-fakta empirik yang
partikular. Ketidakseimbangan ini akan mempengaruhi alur dan kekuatan berpikir
serta nalar kritis anak.
Kerancuan ini
semakin tampak saat Mendikbud menyatakan dalam pidato peringatan Hari Guru
Nasional 2012 bahwa Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan berbasis sains,yaitu
mendorong siswa agar mampu lebih baik dalam melakukan observasi, bertanya,
bernalar, dan mengkomunikasikan (mempresentasikan) dengan obyek pembelajaran
fenomena alam, sosial, seni,dan budaya. Jadi bagaiman logikanya sains yang
dicantolkan dapat menjadi basis?
Menurut Mohammad
Abduhzen ( dalam Mohammad Nuh 2013:163-165) daripada mengimplikasikan sains
(IPA dan IPS) ke mata pelajaran lain, akan lebih baik jika mengeluarkan
Pendidikan Jasmani dan Kesehatan (Penjaskes) dan Seni Budaya, kemudian
menjadikannya sebagai ekstrakurikuler wajib. Mengapa demikian? Sebab kedua mata
pelajaran ini tak jelas tujuan institusional dan kurikulernya sehingga perlu
dirumuskan kembali.
Dengan masuk kurikulum, semua murid
dipaksa dapat materi dan kegiatan penjaskes, kesenian, dan keterampilan
seragam. Seharusnya, setiap murid mendapatkannya sesuai dengan bakat dan minat
yang mereka miliki, karena itu tak layak diberikan secara klasikal. Sementara
itu,karena keterbatasan fasilitas dan kemampuan guru, pembelajaranpun menjadi
teoritis.
Itje Chodidjah ( dalam Mohammad
Nuh,2013:181-182) menuliskan terlepas dengan permasalahan-permasalahan yang
telah disebutkan, guru sebagai unsur terpenting harus menjadi pemikiran utama.
Sebab gagalnya guru dalam mengimplementasikan kurikulum,maka gagal pula
pelaksanaan kurikulum 2013. Pelatihan yang dilakukan sekadar sebagai
sosialisasi kurikulum baru tanpa menyertakan pola pendekatan ajar di kelas
secara konkret akan menjadi penghalang terbesar tercapainya tujuan perubahan
kurikulum.
Karena sasaran utama sebuah reformasi
kurikulum adalah perbaikan kualitas siswa, maka yang menentukan keberhasilannya
adalah proses pembelajaran yang lansung dipimpin oleh guru. Dalam
menyelenggarakan proses pembelajaran dengan , proses pembelajaran berdasarkan
kurikulum yang sebelumnya. Untuk sampai pada tingkat penerapan dikelas, maka
guru akan menentukan materi ajar sebagai alat untuk mencapai tujuan, serta
membuat alat ukur untuk mengevaluasi keberhasilan apayang diajarkan.
Selanjutnya, menurut Itje Chodidjah
(dalam Mohammad Nuh,2013:183) sedikitnya ada tiga alasan penting kenapa
Kurikulum 2013 tidak akan dapat mencapai sasaran yang dicanangkan. Yang pertama
tentunya proses pengembangan kurikulum yang tidak didahului oleh riset yang
menyeluruh. Selanjutnya adalah anggapan bahwa dengan dibuatkan silabus dari
pusat, guru tidak akan repot lagi menyusunnya sendiri(kompas.com,22 Desember
2012, dan terakhir adalah pengutamaan penyusunanan materi ajar sebagai salah
satu solusi atas kesuksesan implementasi kurikulum.
Oleh
karena itu, pengertian kurikulum diorganisasi ada dua, pertama, kurikulum
adalah sejumlah rencana isi yang merupakan sejumlah tahapan belajar yang
didesain untuk siswa dengan petunjuk institusi pendidikan yang isinya berupah
proses yang statis ataupun dinamis dan kompetensi yang harus dimiliki. Kedua,
kurikulum adalah seluruh pengalaman di bawah bimbingan dan arahan dari
institusi pendidikan yang membawa kedalam kondisi belajar.
KESIMPULAN
Kurikulum 2013 merupakan upaya
penyempurnaan kurikulum-kurikulum sebelumnya, demi mewujudkan sistem pendidikan
nasional yang kompetitif dan selalu relevan dengan perkembangan zaman yang
senamtiasa menjadi tuntutan. Selain sebagai upaya penyempurnaan kurikulum
dengan inovasi-onovasi yang baik, menurut beberapa para ahli kurikulum 2013
masih memiliki berbagai macam problematika dalam pelaaksanaannya. Oleh
karena itu, pengertian kurikulum diorganisasi ada dua,
Pertama, kurikulum
adalah sejumlah rencana isi yang merupakan sejumlah tahapan belajar yang
didesain untuk siswa dengan petunjuk institusi pendidikan yang isinya berupah
proses yang statis ataupun dinamis dan kompetensi yang harus dimiliki.
Kedua,
kurikulum adalah seluruh pengalaman di bawah bimbingan dan arahan dari
institusi pendidikan yang membawa kedalam kondisi belajar.
Komentar
Makasi
Terima kasih sekali lagi karena telah mengizinkan saya menulis di blog Anda. Saya yakin saya telah memberi Anda artikel yang benar-benar unik dan relevan sehingga dapat bermanfaat bagi para pembaca Anda.
Jika Anda tidak senang dengan catatan singkat saya, saya dengan hormat meminta maaf sebelumnya.
Salam Hormat Saya,
Anya Bennett.