Mendengar nama Haluoleo pasti sudah tidak asing lagi bagi masyarakat
Sulawesi tenggara. Nama ini merupakan nama dari bandara yang berada di kecamatan Ranomeeto,
kabupaten Konawe Selatan. Haluoleo juga merupakan nama salah satu universitas negeri di
Sulawesi Tenggara yang saat ini penulisannya menjadi Halu Oleo, tepatnya berada di
ibu kota provinsi yaitu Kendari.
Selain itu Haluoleo juga dijadikan sebagai nama Komando Resor Militer (Korem) 143 di
jajaran Kodam VII Wirabuana.Meski nama Haluoleo cukup terkenal di kalangan masyarakat
Sulawesi tenggara, tak banyak yang tahu asal-usulHaluoleo. Siapa sih Haluoleoitu?
Dalam tradisi lisan dan tulisan masyarakat
Sulawesi Tenggara, Haluoleo dikenal sebagai orang sakti. Ia pernah menjadi panglima perang dengan wilayah kekuasaannya meliputi Kerajaan Konawe,
Mekongga, dan Kerajaan Moronene. Semua kerajaan tersebut terletak di daratan jazirah
Sulawesi Tenggara yang didiami etnisTolaki dan Moronene.
Di
Muna ia adalah putra mahkota kerajaan setempat. Dengan gelar Lakilaponto,
ia diangkat menjadi raja menggantikan ayahnya, Sugi Manuru sebagai Raja Muna VI.
Setelah berhasil menumpas gerombolan perampok yang
selalu datang mengganggu ketentraman penduduk di wilayah Kerajaan Buton,
Haluoleo diterima sebagai anggota keluarga Raja Buton. Raja Buton V
bernama Mulae bahkan menikahkan putrinya dengan Haluoleo sebagai balas jasa atas keberhasilannya membunuh kepala komplotan perampok
La Bolontio.
Tidak hanya sampai
di situ, Haluoleo pun diangkat pula menjadi Raja Butonke VI
menggantikan mertuanya. Dalam sejarah kesultanan Buton disebutkan,
peristiwa itu terjadi padatahun 1491. Di era kekuasaannyalah pengaruh Islam
masuk dalam kehidupan keluarga raja dan masyarakat Buton umumnya.Setelah Lakilaponto memeluk
agama Islam, bentuk pemerintahan kerajaan Buton berubah menjadi kesultana di
bawah Khalifah Usmaniah yang berpusat di
IstambulTurki. Haluoleo pun dinobatkan sebagai Sultan Buton dengan gelar Sultan Qaimuddin Khalifatul Khamis.
Dengan demikian Haluoleo adalah raja Buton terakhir sekaligus menjadi Sultan Buton
yang pertama.
Dalam Sejarah dan kebudayaan Kerajaan Muna
yang ditulis J.Couvreur tahun 1935 disebutkan, pada masa pemerintahannya sebagai
Sultan Buton, Haluoleo juga diangkat menjadi Lakina Konawe (raja Laiwoi di Konawe).
Pengangkatan tersebut menyusul sebuah peristiwa di rumah raja Konawe yang
menunjukkan kesaktian Haluoleo dengan mampu meninggikan tanah tempat duduknya hingga setinggi jendela rumahpanggung
raja Konawe. Menurut Couvreur ,Haluoleo atau Lakilaponto mendarat di
sebuah pantai daratan Konawe kemudian dibawa oleh penduduk menghadap raja
untuk diidentifikasi siapa dia sebenarnya.
Dalam bahasa Tolaki dan moronene haluoleo berarti delapan hari. Nama tersebut sesungguhnya merupakan gelar terkait prestasinya memadamkan perang saudara
di daratan besar jazirah Sulawesi Tenggara hanya dalam waktu delapan hari.
Tokoh pemersatu dalam sejarah Sultra itu wafat tahun
1587 dan dimakamkan di bukit Lelemangura di depan Masjid Agung Keraton Buton.
Setelah meninggal iadisebut sultan Murhum. Nama ini dari kata almarhum.
Makam tersebut menjadi salah satu obyek wisata sejarah dalam kompleks keraton Buton di kotaBau-Bau.
Komentar