Langsung ke konten utama

Prinsip-prinsip Pembelajaran yang Humanis

Lin

Hai selamat malam guys…. Semoga masih dalam lindungan Allah Swt. Amiiin
Postingan kali ini tidak jauh-jauh dari masalah belajar dan siswa. Yah namanya juga seorang pem…belajar heheheh. Sumber dari postingan saya ini adalah sebuah buku yang berjudul “Cara Cerdas membangkitkan Semangat Belajar Siswa” karya Acep Yonny. Sebenarnya agak tidak semangat nulisnya soalnya saya gak punya bahan lain untuk menambahkan materi di dalamnya. Biar kesannya gak terlalu copy paste gitu saya sedikit meringkasnya  dan mengolahnya dengan gaya bahasa saya yang agak absurd heheheh. Ok langsung saja baca di bawah ini.
Dalam buku Acep Yonny ini ada empat bab, dan materi yang akan saya bagikan ini ada di bab tiga yaitu “Menciptakan Pembelajaran yang Humanis”. Menurut pendapat Rogers, prinsip-prinsip belajar yang humanis diantaranya :
1.      Hasrat untuk Belajar
Hal ini sesuai dengan fitrah manusia itu sendiri yang selalu memiliki rasa ingin tahu ketika diberikan kesempatan untuk mengeksplorasi sesuatu yang disukainya. Contoh, ketika anak diberikan kesempatan untuk memainkan suatu permainan yang disukainya misalnya catur tentu ia akan sangat bersemangat untuk memainkannya meski sebelumnya ia belum tahu bagaimana cara memainkannya. Si anak akan terus berusaha untuk mencoba memainkannya hingg akhirnya ia mengerti bagaimana jalannya bidak-bidak catur dan strategi untuk mengalahkan lawan.
Begitu pula pada saat proses pembelajaran di sekolah. Dari rumah mereka memang telah berniat ke sekolah untuk belajar bahkan anak-anak yang baru mau masuk sekolah atau pada tahun ajaran baru biasanya anak-anak sangat bersemangat bersekolah. Nah peran kita sebagai guru harus bisa menstimulasi hasrat dan keingintahuan mereka, sehingga mereka lebih bersemangat lagi untuk belajar.

2.       Belajar yang Berarti
Dalam hal ini guru harus bisa mengaitkan materi pelajaran dengan kebutuhan dan minat anak-anak didiknya. Guru juga harus bisa menjelaskan konsep-konsep yang sulit dengan bahasa sederhana yang mudah dimengerti anak didik. Sehingga anak didik merasa apa yang dipelajari sangat penting dan berguna bagi dirinya, dan karena dianggap berarti maka anak-anak didik akan menyenanginya.  Istilahnya sih pembelajaan kontekstual.

3.       Belajar tanpa Ancaman
Hal ini yang perlu digaris bawahi ternyata suasana pembelajaran di sekolah belum seratus persen bebas dari ancaman, terutama dari teman-temannya sendiri. Ancaman yang dimaksud di sini misalnya diolok-olok ataupun dipojokkan saat mereka mendapat nilai jelek. Olehnya itu pihak sekolah harus menciptakan kondisi pembelajaran yang bebas dari ancaman sehingga  anak-anak didik dapat menguji kemampuannya, mencoba pengalaman baru, mengungkapkan ekspresi atau membuat kesalahan tanpa mendapat kecaman.

4.       Belajar atas Inisiatif Sendiri
Inilah tantangan besar bagi guru, yakni bagaimana mendorong anak didik memiliki inisiatif sendiri dengan melibatkan perasaan dan pikirannya untuk “belajar bagaimana caranya belajar” (to learn how to learn)
Apabila anak didik terbiasa belajar atas inisiatif sendiri, ia memilki kesempatan untuk belajar membuat keputusan, menentukan pilihan dan penilaian dan bahkan menciptakan sesuatu. Dari sinilah akan berkembang anak-anak yang kreatif, inovatif, ekspresif dan mandiri.

5.       Belajar untuk Perubahan
Apa yang dipelajari di masa lalu belum cukup untuk membekali anak didik  untuk bertahan hidup di masa kini dan masa yang akan datang. Dengan demikian, yang dibutuhkan saat ini adalah orang yang mampu belajar di lingkungan yang sedang berubah dan akan terus berubah.
Dalam hal ini kita harus senantiasa menggali pengetahuan, berburu teori-teori baru hingga proses pembelajaran pun menjadi variatif. Begitu pula anak didik akan terpacu rasa ingin tahunya mempelajari dan menciptakan sesuatu yang baru tanpa terbawa arus budaya konsumerisme.
Terbukti karena kita gagap dalam mengantisipasi perubahan zaman, akhirnya anak-anak didik kita pun menjadi korban. Mereka (termasuk kita sendiri pun )mudah terbawa arus kapitalisme dan menjadi pangsa pasar yang menggiurkan. Mereka lebih suka menjadi pengguna daripada pencipta. Mereka (kita) lebih bergairah menjadi konsumen daripada pemasar.

Nah itulah secuil ilmu yang bisa saya bagikan pada postingan kali ini. Semoga kita, utamanya sebagai pendidik dapat menerapkan lima prinsip pembelajaran yang humanis di sekolah kita. Dengan demikian lahirlah generasi penerus bangsa yang cerdas, inovatif dan kreatif.
Sampai jumpa pada postingan selanjutnya….. saya mau nonton bola dulu antara Indonesia vs Filipina.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

seni tari

SENI TARI 1.       Pengertian Seni Tari Tari adalah desakan perasaan manusia di dalam dirinya yang mendorongnya untuk mencari ungkapan yang berupa gerak-gerak yang ritmis. Tari juga merupakan ungkapan jiwa manusia melalui gerakan ritmis sehingga dapat menimbulkan daya pesona. Yang dimaksud ungkapan jiwa adalah meliputi cetusan rasa dan emosional yang disertai kehendak. Definisi seni tari menurut para ahli adalah sebagai berikut : a.        Kamala Devi Chattopadhyaya Seorang kritikus dan seniman India, mendefinisikan tari sebagai gerakan-gerakan luar yang ritmis dan lama kelamaan tampak mengarah pada bentuk-bentuk tertentu. b.        Corry Hartong Menurut Corry Hartong, tari ialah gerakan yang berbentuk dari ritmis dari badan di dalam ruang. c.        Soedarsono Seorang kritikus seni yang mendefinisikan tari sebagai ekspresi jiwa manusia melalui gerakan-gerakan ritmis yang indah. Dari batasan tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa media dasar seni tari adalah gerak, a

Peran, Fungsi dan Problematika Kurikulum 2013

Sebelumnya saya ucapkan terimakasih atas kunjungan Anda. Tulisan ini saya himpun dari beberapa buku yang terkait dengan judul postingan ini.Jika terdapat hal-hal yang kurang dipahami dan tidak disetujui, harap maklum, saya kan bukan ahlinya, hehehehe,,,.  silahkan di baca.... A.     Pengertian dan Konsep Kurikulum Istilah kurikulum ”curriculum” pada mulanya berasal dari kata curir yang berarti “pelari” dan “curere” yang mengandung makna “tempat berpacu”, yang pada awalnya kata tersebut digunakan di dalam dunia olahraga. Pada saat ini kurikulum diartikan sebagai jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari mulai dari start sampai finish untuk memperoleh medali atau penghargaan. Lantas pengertian tersebut mengalami perluasan dan juga digunakan dalam dunia pendidikan yang kemudian menjadi sejumlah mata pelajaran subject yang harus ditempuh oleh seorang siswa dari awal saat ia mulai masuk sekolah hingga akhir program pelajaran itu sendiri selesai guna memperolah penghargaan

sejarah ilmu peluang

Sejarah Ilmu Peluang                                                                                                                                 Ilmu hitung peluang sesungguhnya telah digunakan oleh manusia sejak jaman kuno. Namun, penelitiannya baru dilakukan secara sungguh-sungguh oleh para ahli matematika pada pertengahan abad ke-17. Pada awalnya pemakaian ilmu hitung peluang banyak diwarnai oleh segi buruknya. Ketika itu para penjudi melakukan penyelidikan guna memperoleh informasi tersembunyi agar memenangkan permainan kartu. Akan tetapi, “analisis cerdik”mereka mengenai persoalan tersebut sebagian besar   telah dilupakan orang. Ilmu hitung peluang yang dewasa ini dikemukakan oleh tiga orang Perancis, yaitu bangsawan kaya Chevalier De Mere dan dua ahli matematika Blaise pascal serta Fierre de fermat. Pada tahun 1652, de Mere bertemu dengan Pascal dalam suatu perjalanan. Untuk memperoleh bahan pembicaraan yang menarik, de Mere yang bersemangat dengan masalah duniaw